Tugas
MAKALAH PERLINDUNGAN TANAMAN
(DAMPAK PESTISIDA TERHADAP EKOSISTEM)
Disusun oleh:
Nama : Fatmawati
KLS : Agribisnis Ganjil
STB : D1A1 10 059
FALKUTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang dampak pestisida terhadap ekosistem yaitu
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Kendari, 1 Mei 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................... 2
1.3 Tujuan dan manfaat .................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Fungsi Pestisida ……………………………………………. 4
2.2 Dampak Negatif pestisida …………………………………………………… 5
1. Dampak pestisida terhadap ekosistem sungai, ekosistem kolam, ekosistem
rawa atau danau dan ekosistem perairan.………………………………….. 5
2. Dampak pestisida terhadap ekosistem lahan sayuran horticultural dan
ekosistem tanaman perkebunan perakaran dangkal (kakao, kapas dan lada)………………………………………………………………………… 8
3. Dampak pestisida terhadap kesehatan manusia ………………………….. 11
4. Dampak pestisida terhadap keadaan populasi hama, populasi patogen dan
Populasi musuh alami pada ekosistem pertanian …………………………….... 16
5. Dampak pestisida terhadap pemanasan global………………. ……………... 22
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………… 24
B. Saran ……………………………………………………………………. 24
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan manusia. Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan terutama dalam bidang kesehatan dan bidang pertanian. Di bidang kesehatan, pestisida merupakan sarana yang penting. Terutama digunakan dalam melindungi manusia dari gangguan secara langsung oleh jasad tertentu maupun tidak langsung oleh berbagai vektor penyakit menular. Berbagai serangga vektor yang menularkan penyakit berbahaya bagi manusia, telah berhasil dikendalikan dengan bantuan pestisida. Dan berkat pestisida, manusia telah dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit berbahaya seperti penyakit malaria, demam berdarah, penyakit kaki gajah, tiphus dan lain-lain.
Di bidang pertanian, penggunaan pestisida juga telah dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan produksi. Dewasa ini pestisida merupakan sarana yang sangat diperlukan. Terutama digunakan untuk melindungi tanaman dan hasil tanaman, ternak maupun ikan dari kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai jasad pengganggu. Bahkan oleh sebahagian besar petani, beranggapan bahwa pestisida adalah sebagai “dewa penyelamat” yang sangat vital. Sebab dengan bantuan pestisida, petani meyakini dapat terhindar dari kerugian akibat serangan jasad pengganggu tanaman yang terdiri dari kelompok hama, penyakit maupun gulma. Keyakinan tersebut, cenderung memicu pengunaan pestisida dari waktu ke waktu meningkat dengan pesat.
Di Indonesia, disamping perusahaan perkebunan, petani yang paling banyak menggunakan berbagai jenis pestisida ialah petani sayuran, petani tanaman pangan dan petani tanaman hortikultura buah-buahan. Khusus petani sayuran, kelihatannya sulit melepaskan diri dari ketergantungan penggunaan pestisida. Bertanam sayuran tanpa pestisida dianggap tidak aman, dan sering kali pestisida dijadikan sebagai garansi keberhasilan berproduksi.
Peningkatan pembangunan pertanian di Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan pestisida bertambah banyak, baik jumlah maupun jenisnya.. Mencermati kilas balik pembangunan pertanian di Indonesia, peningkatan penggunaan pestisida tidak terlepas dari peran pemerintah. Sejak tahun permulaan pelaksanaan program intensifikasi pangan, masalah hama diusahakan ditanggulangi dengan berbagai jenis formulasi pestisida. Orientasi pemerintah pada waktu itu tertumpu pada peningkatan hasil sebanyak-banyaknya, tanpa memperhatikan dampak negatif terhadap lingkungan. Pada saat dicanangkannya program intensifikasi pangan melalui program nasional BIMAS, pestisida telah dimasukkan sebagai paket teknologi yang wajib digunakan petani peserta. Bagi petani yang tidak menggunakan pestisida, oleh pemerintah dianggap tidak layak sebagai penerima bantuan BIMAS. Akibatnya, mau tidak mau petani dirangsang menggunakan pestisida. Bahkan pada waktu itu, pemerintah bermurah hati memberi subsidi pengadaan pestisida hingga mencapai 80 persen, sehingga harga pestisida di pasaran menjadi sangat murah. Tidak itu saja, termasuk jenis pestisida yang digunakan, hingga keputusan penggunaannya (jadwal aplikasi) diatur oleh pemerintah.
Jenis pestisida yang dianjurkan digunakan pada waktu itu umumnya adalah pestisida yang berdaya bunuh berspektrum luas, yaitu mampu membunuh sebahagian besar organisma yang dikenainya, termasuk organisma berguna seperti musuh alami hama dan organisma bukan target lainnya yang hidup berdampingan dengan organisma pengganggu tanaman. Program penyuluhan pertanianpun merekomendasikan aplikasi pestisida secara terjadwal dengan sistem kalender, tanpa memperhatikan ada atau tidak ada hama yang menyerang tanaman di lapangan. Sehingga frekuensi penyemprotan menjadi lebih intensif, dan biasa dilakukan setiap minggu sepanjang musim tanam.
Kebijakan perlakuan seperti disebut dimuka, tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang tidak disadari yang sebelumnya tidak diperkirakan. Beberapa kerugian yang muncul akibat pengendalian organisma pengganggu tanaman yang semata-mata mengandalkan pestisida, antara lain menimbulkan kekebalan (resistensi) hama, mendorong terjadinya resurgensi, terbunuhnya musuh alami dan jasad non target, serta dapat menyebabkan terjadinya ledakan populasi hama sekunder.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan diuraikan beberapa kajian pokok mengenai dampak pestisida serta keterkaitannya dengan pertanian, diantaranya:
1. Bagai mana dampak pestisida terhadap ekosistem sungai, ekosistem kolam, ekosistem rawa/danau dan ekosistem perairan?
2. Bagai mana dampak pestisida terhadap ekosistem lahan sayuran horticultural, ekosistem tanaman perkebunan perakaran dangkal (kakao, kapas, dan lada)?
3. Bagai mana dampak pestisida terhadap kesehatan manusia?
4. Bagai mana dampak pestisida terhadap keadaan populasi hama, populasi pathogen, dan populasi musuh alami pada ekosistem pertanian?
5. Bagai mana dampak pestisida terhadap pemanasan global?
1.3 Tujuan danm manfaat
Layakynya penulisan makalah pada umumya memiliki tujuan spesifik berdasarkan orientasi dan kajian pokok dalam materi yang disajikan, dalam makalah ini pun yang berjudul dampak pestisida di antaranya:
1. Untuk mengentahui dampak pestisida terhadap ekosistem sungai, ekosistem kolam, ekosistem rawa/danau dan ekosistem perairan!
2. Untuk mengetahui Dampak pestisida terhadap ekosistem lahan sayuran horticultural, ekosistem tanaman perkebunan perakaran dangkal (kakao, kapas, dan lada)!
3. Untuk mengentahui Dampak pestisida terhadap kesehatan manusia!
4. Untuk mengetahui Dampak pestisida terhadap keadaan populasi hama, populasi pathogen, dan populasi musuh alami pada ekosistem pertanian!
5. Untuk mengetahui dampak pestisida terhadap pemanasan global!
Manfaatnya yaitu agar kita bisa mengetahui dampak-dampak pestisida di dalam bidang kehidupan kita sehari-hari.
BAB 1I
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian dan Fungsi Pestisida
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman. Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang (Faizal, 2010).
Pestisida sintetis telah berhasil menghantarkan sektor pertanian menuju terjadinya “revolusi hijau”, yang ditandai dengan peningkatan hasil panen dan pendapatan petani secara signifikan, sehingga Indonesia bisa mencapai swasembada pangan pada tahun 1986. Dalam revolusi hijau target yang akan dicapai adalah berproduksi cepat dan tinggi, sehingga diperlukan teknologi masukan tinggi diataranya penggunaaan varietas unggul, pemupukan berat dengan pupuk kimia, pemberantasan hama dan penyakit dengan obat-obatan kimia (Setyono, 2009).
Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973. Dalam peraturan tersebut antara lain ditentukan bahwa (Faizal, 2010):
- tiap pestisida harus didaftarkan kepada Menteri Pertanian melalui Komisi Pestisida untuk dimintakan izin penggunaannya
- hanya pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian boleh disimpan, diedarkan dan digunakan
- pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian hanya boleh disimpan, diedarkan dan digunakan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam izin pestisida itu
- tiap pestisida harus diberi label dalam bahasa Indonesia yang berisi keterangan-keterangan yang dimaksud dalam surat Keputusan Menteri Pertanian No. 429/ Kpts/Mm/1/1973 dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam pendaftaran dan izin masing-masing pestisida.
Pestisida berguna untuk mengendalikan berbagai hama serta mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman sehingga dapat memaksimalkan hasil pertanian. Namun residu dari pestisida tersebut berbahaya bagi lingkungan. Pestisida mengandung berbagai senyawa kimia yang dapat menggangu kestabilan komposisi kimia tanah. Pestisida yang banyak digunakan sekarang adalah dari golongan hidrokarbon berklor. Pestisida ini mempunyai efek menahun atau bioakumulatif dan sulit terurai.
Di Indonesia pestisida yang sering digunakan adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Dampak penggunaan pestisida tidak akan terlihat langsung, namun akan terasa pada tahun-tahun akan datang. Beberapa pestisida telah diteliti dapat bersifat carsinogenic agent, mutagenic agent, teratogenic agent dan menimbulkan penyakit. Selain itu pestisida dapat menyebabkan pengaruh resisten pada tumbuhan / hama pengganggu.
2.2 Dampak Negatif pestisida
1. Dampak pestisida terhadap ekosistem sungai, ekosistem kolam, ekosistem rawa atau danau dan ekosistem perairan.
a. dampak pestisida terhadap ekosistem sungai dan kolam
Pencemaran air berdampak luas, misalnya dapat meracuni sumber air minum, meracuni makanan hewan, ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat hujan asam, dan sebagainya. Pestisida juga dapat mengubah perilaku dan morfologi pada hewan. Selain itu dapat meracuni dan membunuh biota laut seperti fitoplankton. Matinya fitoplankton berpengaruh pada rantai makanan sehingga menyebabkan ekosistem air terganggu. Selain itu juga dapat menyebabkan kematian pada ikan.
Di badan air, sungai dan danau, nitrogen dan fosfat (dari kegiatan pertanian) telah menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang di luar kendali (eutrofikasi berlebihan). Ledakan pertumbuhan ini menyebabkan oksigen, yang seharusnya digunakan bersama oleh seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi berkurang. Ketika tanaman air tersebut mati, dekomposisi mereka menyedot lebih banyak oksigen. Sebagai akibatnya, ikan akan mati, dan aktivitas bakteri menurun. Pencemaran air oleh pestisida dapat berdampak luas, misalnya dapat meracuni sumber air minum, meracuni makanan hewan, ketidakseimbangan ekosistem sungai, danau dan dapat mempengaruhi kualitas air.
Yang dimaksud bahan-bahan beracun disini adalah semua senyawa, unsure maupun ion-ion yang secara langsung dalam jumlah tertentu dapat berakibat mematikan bagi organisme hidup pada semua tingkatan tropik. Digolongkan dalam kelompok ini adalah pestisida dan limbah industri. Pestisida dan limbah industri yang masuk ke dalam ekosistem perairan akan mengalami biokonsentrasi, bioakumulasi dan biomagnifikasi.
Sebagai contoh adalah fitolpankton yang setiap hari menyerap ion-ion anorganik dari
perairan laut (termasuk ion-ion logam berat). Kalau di dalam perairan terdapat 1 ppb Hg maka dalam fitoplankton misalnya akan menjadi 5 ppb (biokonsentrasi). Zooplankton memakan 10 fitoplankton maka zooplankton akan mengakumulasi 10 X 5 ppb = 50 ppb. Selama masa hidup zooplankton (± 60 hari) maka selama hidupnya zooplankton akan 40 mengakumulasi Hg dalam tubuhnya sebesar 60 X 50 ppb = 3.000 ppb = 3 ppm. Hal ini berlaku bagi tingkatan tropik lebih tinggi termasuk ikan kerang sampai dengan manusia. Artinya, organisme dengan tingkat tropik paling tinggi merupakan organisme yang potensial beresiko mengakumulasi paling banyak. Meningkatnya jumlah senyawa ataupun ion-ion toksik seiring dengan meningkatnya tingkatan tripik disebut sebagaibiomagnifikasi (biological magnification).
Ada tiga senyawa kimia (bahan aktif pestisida) yang potensial toksik bagi lingkungan. Bahan aktif tersebut adalah organokhlorin, organofosfat dan karbamat. Ketiga bahan aktif ini mewakili generasi pestisida dalam kurun waktu yang berbeda. Organokhlorin merupakan bahan aktif dari pestisida yang beredar dengan nama dagang DDT, Endrin, Dieldrin dll. Di alam senyawa ini memiliki waktu paruh yang sangat lama (± 100 th), artinya dalam kurun waktu 100 tahun, di dalam lingkungan senyawa ini akan meluruh setengahnya. Senyawa organokhlorin tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak, akibatnya residu pestisida ini akan terdeposit di dalam lemak jaringan tubuh organisme dan bersifat karsinogenik. Penggunaan pestisida ini dalam rumah tangga maupun pertanian lambat laun sebagian akan terdeposit dalam ekosistem perairan laut. Residu organokhlorin akan terakumulasi di dalam jaringan lemak berbagai organism perairan seperti plankton, kerang, ikan dan organisme perairan lainnya yang pada akhirnya sampai pada manusia.
Organofosfat merupakan bahan aktif pestisida yang diproduksi sebagai pengganti senyawa organokhlorin. Organofosfat merupakan bahan aktif dengan waktu paruh dalam lingkungan lebih pendek (beberapa hari sampai beberapa bulan), larut dalam air dan bersifat sistemik. Pestisida ini diproduksi dengan nama dagang sangat banyak antara lain adalah Diazinon, Malation, Monokrotofos, Dursban dll. Dalam jumlah tertentu senyawa ini dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf bahkan menyebabkan kematian. Sedangkan senyawa karbamat merupakan generasi pestisida setelah organofosfat dan memiliki waktu tinggal di dalam lingkungan lebih pendek (beberapa hari) dan larut di dalam air, sehingga efek jangka panjang pestisida ini dalam rantai makanan ekosistem perairan tidak begitu nyata.
b. dampak pestisida terhadap ekosistem rawa atau danau dan perairan
Pencemaran pestisida yang diaplikasikan di sawah beririgasi sebahagian besar menyebar di dalam air pengairan, dan terus ke sungai dan akhirnya ke laut. Memang di dalam air terjadi pengenceran, sebahagian ada yang terurai dan sebahagian lagi tetap persisten. Meskipun konsentrasi residu mengecil, tetapi masih tetap mengandung resiko mencemarkan lingkungan. Sebagian besar pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju akan terbawa oleh aliran air irigasi.
Kegiatan dalam bidang pertanian, secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan kualitas perairan danau menjadi menurun. Hal ini disebabkan karena residu dari penggunaan pupuk dan pestisida akan mengalir ke badan air danau. Residu pestisida yang masuk ke perairan, proporsi utama adalah terserap pada partikel tersuspensi dan partikel yang diam atau terpisah ke dalam substrat organik.
Residu tersebut umumnya mempunyai sifat afinitas yang kuat terhadap komponen lipid dan bahan organik yang hidup. Bahan aktif pestisida sukar dihilangkan setelah masuk ke badan perairan, karena memiliki tingkat kestabilan yang cukup tinggi. Bahan aktif tersebut tidak mudah larut dalam air, tetapi larut dalam lemak serta menempel pada partikel-partikel halus. Akibatnya residu pestisida akan terkumpul dan terakumulasi dalam perairan, sehingga menyebabkan perairan menjadi tercemar dan merusak ekosistem di dalamnya.
Dampak negatif dari penggunaan pestisida dalam bidang pertanian adalah berupa timbulnya pencemaran terhadap lingkungan, baik lingkungan perairan, tanah dan udara maupun mahluk hidup yang bukan sasaran. Pestisida masuk ke badan air melalui banyak jalur, misalnya limpasan dari daerah pertanian, aliran dari persawahan, buangan limbah domestik, limbah perkotaan dan industri. Dalam badan air, proporsi utama pestisida adalah terserap pada partikel tersuspensi dan partikel yang diam atau terpisah ke dalam subtrat organik. Pestisida memperlihatkan afinitas yang kuat untuk komponen lipid dan bahan organik. Jumlah pestisida yang tercakup tergantung pada karakteristik kimiawi dan kelarutan pestisida serta karakteristik sedimen.
Pestisida dalam air dan tanah mengalami degradasi baik secara fisik maupun biologis. Jenis-jenis pestisida persisten praktis tidak mengalami degradasi dalam air dan tanah, tetapi akan terakumulasi. Di dalam badan air pestisida dapat mengakibatkan pemekatan biologis terutama pestisida yang persisten. Pada saat pestisida memasuki suatu perairan, pestisida tersebut akan segera diserap oleh plankton, hewan-hewan vertebrata akuatik, tanaman akuatik, ikan dan sebagian mengendap di sedimen.
Kadar pestisida yang tinggi dapat menimbulkan kematian organism akuatik secara langsung (keracunan akut) yaitu kontak langsung atau melalui jasad lainnya seperti plankton, perifiton dan bentos, sedangkan kadar rendah dalam badan air kemungkinan besar menyebabkan kematian organisme dalam waktu yang lama yaitu akibat akumulasi pestisida dalam organ tubuhnya. Pada umumnya pestisida memperlihatkan sifat lebih toksik terhadap zooplankton dan bentos dengan tingkat toksisitasnya bervariasi sangat luas, tergantung jenis pestisida dan tingkat stadia komunitas yang bersangkutan.
2. Dampak pestisida terhadap ekosistem lahan sayuran horticultural dan ekosistem tanaman perkebunan perakaran dangkal (kakao, kapas dan lada).
a. Dampak pestisida terhadap ekosistem lahan sayuran horticultural
Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan).
Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun (residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi konsumen.
Dewasa ini, residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-sayuran seperti kubis, tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis tersebut umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim. Bahkan beberapa hari menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi ilmiah pernah melaporkan dalam jaringan tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara rutin mengkonsumsi sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh sekaligus cacat mental.
Penggunaan pestisida dalam produksi buah dan sayur tidak dapat dihindarkan. Hal ini dilakukan agar gagal panen dapat direduksi dan petani tetap meraih keuntungan maksimal. Dampak negatip dari aktivitas ini adalah
· buah dan sayur masih mengandung pestisida, pertanian dengan input luar rendah dan system sangat efektif.
· ekosistem di lahan pertanian tercemar,
· dan ekosistem perairan di danau Buyan tercemar.
Proses bioremediasi secara ex situ untuk lahan yang luas menjadi kendala, kendala utama adalah tidak mungkin mengangkut tanah dalam jumlah ratusan ton ke laboratorium, sehingga pemberian kompos ke lahan lebih memungkinkan. Hasil yang ditargetkan adalah model proses bioremediasi menggunakan kompos untuk menurunkan tingkat pencemaran lahan pertanian yang disemprot pestisida Dithane M-25 sebagai upaya mempertahankan sistem pertanian organic berkelanjutan (sustainable organic farming system) dan hortikultura yang berkualitas Pemupukan lahan pertanian menggunakan kompos menurut Reijntjes et al. (1999) merupakan pengembangan system Penyemprotan pestisida pada tanaman hortikultura sawi, wortel, tomat, stroberi dan cabai pada lahan tidak dipupuk kompos menunjukkan bahwa residu lebih lambat teremediasi dibandingkan dengan residu pestisida pada lahan yang dipupuk dengan kompos.
b. Dampak pestisida pada ekosistem tanaman perkebunan perakaran dangkal (kakao, kapas dan lada).
Hortikultura merupakan komoditas unggulan, khususnya dipulau Jawa karena ditunjang oleh kondisi lingkungan(lahan dan iklim) yang menunjang dibeberapa lokasi, sebagian masyarakat yang sudah mengenalnya dengan baik, potensi sumberdaya manusia yang belum dimanfaatkan secara optimal serta peluang pasar domestic dan internasional yang sangat besar.
Usaha agribisnis hortikultura (buah-buahan, sayuran, florikultura dan tanaman obat) merupakan sumber pendapatan tunai bagi masyarakat dan petani skala kecil, menengah dan besar dengan keunggulan berupa: nilai jualnya yang tinggi, jenisnya beragam, tersedianya sumber daya lahan dan teknologi, sertapotensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat Karakteristik lahan di sentra produksi hortikultura umumnya:
· Jenis tanah bersifat gembur, drainase baik, mudah diolah tetapi cenderung mudah tererosi
· Pengelolaan hortikultura dilakukan dari tingkat rendah hingga intensif
· Pengolahan lahan dilakukan intensif sehingga cenderung meningkatkan tingkat erosi
· Pemupukkan dan pestisida dilakukan secara intensif karena mengejar produktivitas yang tinggi sehingga cenderung tidak berimbang dan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Namun apabila input seadanya, maka produksi dan kualitas menjadi rendah.
· Efisiensi pemupukkan rendah
Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker penutup mulut dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
3. Dampak pestisida terhadap kesehatan manusia
Pada umumnya pestisida, terutama pestisida sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu sasaran. Tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad bukan target termasuk tanaman, ternak dan organisme berguna lainnya.
Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan.
Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan menjadi luka, kejang-kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.
Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker penutup mulut dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan).
Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena dapat masuk ke dalam jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000 – 10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk produksi pestisida sintesis. Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang memproduksi pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini merupakan musibah terburuk dalam sejarah produksi pestisida sintesis.
Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun (residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi konsumen.
Pestisida sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Dari beberapa hasil monitoring residu yang dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan di setiap tempat lingkungan sekitar kita. Kondisi ini secara tidak langsung dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap organisma bukan sasaran. Oleh karena sifatnya yang beracun serta relatif persisten di lingkungan, maka residu yang ditinggalkan pada lingkungan menjadi masalah.
Residu pestisida telah diketemukan di dalam tanah, ada di air minum, air sungai, air sumur, maupun di udara. Dan yang paling berbahaya racun pestisida kemungkinan terdapat di dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti sayuran dan buah-buahan.
Aplikasi pestisida dari udara jauh memperbesar resiko pencemaran, dengan adanya hembusan angin. Pencemaran pestisida di udara tidak terhindarkan pada setiap aplikasi pestisida. Sebab hamparan yang disemprot sangat luas. Sudah pasti, sebagian besar pestisida yang disemprotkan akan terbawa oleh hembusan angin ke tempat lain yang bukan target aplikasi, dan mencemari tanah, air dan biota bukan sasaran.
Bahan kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran.
Efek racun bahan kimia atas organ-organ tertentu dan sistem tubuh:
· Paru-paru dan sistem pernafasan
Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau pneumonitis). Pada kejadian luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan udema pulmoner (paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek. Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis.
· Hati
Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan bahan kimia menggalami metabolisme dalam hati dan olehkarenanya maka banyak bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati. Efek bahan kimia jangka pendek terhadap hati dapat menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian sel), dan penyakit kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis hati dari kankerhati.
· Ginjal dan saluran kencing
Bahan kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia terhadap ginjal meliputi gagal ginjal sekonyong-konyong (gagal ginjal akut), gagal ginjal kronik dan kanker ginjal atau kanker kandung kemih.
· Sistem syaraf
Bahan kimia yang dapat menyerang syaraf disebut neurotoksin. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu dapat memperlambat fungsi otak. Gejala-gejala yang diperoleh adalah mengantuk dari hilangnyakewaspadaan yang akhirnya diikuti oleh hilangnya kesadaran karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat. Bahan kimia yang dapat meracuni sistem enzim yang menuju ke syaraf adalah pestisida. Akibat dari efek toksik pestisida ini dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis (lurnpuh). Di samping itu ada bahan kimia lain yang dapat secaraperlahan meracuni syaraf yang tangan dan kaki serta mengakibatkan mati rasa dan kelelahan.
· Darah dan sumsum tulang
Sejumlah bahan kimia seperti arsin, benzen dapat merusak sel-seld arah merah yang menyebabkan anemia hemolitik. Bahan kimia lain dapat merusak sumsum tulang dan organ lain tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah.
· Jantung dan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler)
Sejumlah pelarut seperti trikloroetilena dan gas yang dapat menyebabkan gangguan fatal terhadap ritme jantung. Bahan kimia lain seperti karbon disulfida dapat menyebabkan peningkatan penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan jantung.
· Kulit
Banyak bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker kulit.
· Sistem reproduksi
Banyak bahan kimia bersifat teratogenik dan mutagenik terhadap sel kuman dalam percobaan. Disamping itu ada beberapa bahan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi ovarium dan testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan fungsi seksual.
· Sistem yang lain
Bahan kimia dapat pula menyerang sistem kekebalan, tulang, otot dan kelenjar tertentu seperti kelenjar tiroid. Petani yang terpapar pestisida akan mengakibatkan peningkatan fungsi hati sebagai salah satu tanda toksisitas, terjadinya kelainan hematologik,meningkatkan kadar SGOT dan SGPT dalam darah juga dapat meningkatkan kadar ureum dalam darah.
4. Dampak pestisida terhadap keadaan populasi hama, populasi patogen dan populasi musuh alami pada ekosistem pertanian
a. Dampak pestisida terhadap keadaan populasi hama
Penggunaan pestisida dan pupuk kimia menjadi hal yang penting dalam dunia pertanian saat ini, namun ternyata penggunaan yang berlangsung secara terus menerus dan dalam dosis yang tinggi akhirnya penggunaan bahan kimia tidak lagi memberikan solusi peningkatan hasil-hasil pertanian. Hal ini disebabkan karena hama dan penyebab penyakit justru menjadi lebih tahan ( resisten ) terhadap penggunaan bahan kimia tersebut .
Penerapan konsep revolusi hijau (”Green revolution”) yang pada awalnya, usaha ini dapat memberikan hasil pertanian yang memuaskan, namun beberapa beberapa saat kemudian justru terlihat gejala-gejala negatif mempengaruhi konsep pertanian tersebut. Konsep revolusi hijau memang menawarkan penggunaan Varietas Hybrida yang berpotensi hasil tinggi dan lebih genjah dibandingkan varietas lokal,namun disayangkan penggunaan varietas ini, perlu diiringi dengan penggunaan pupuk kimia dengan dosis tinggi demikian juga ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit relatif lebih lemah sehingga diperlukan tehnik pengendalian hama yang lebih intensif pula . Secara umum Efek negatif dari pestisida ,saat ini telah terasa antara lain berupa :
· Resistensi/kekebalan, hama dan penyakit
· Timbulnya hama hama baru,yang awalnya bukan merupakan hama utama sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan populasi hama dan patogen sekunder